Peristiwa 10 November 1945, merupakan sebuah kisah heroik yang dikenang bangsa Indonesia. Sehingga pada tanggal tersebut diadakan peringatan Hari Pahlawan. Untuk mengenang para pejuang yang dengan gigih mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih, meski dengan mengorbankan darah dan nyawa mereka.
Namun, beberapa waktu sebelum meletus perang 10 November, adapula peristiwa heroik lain yang patut dikenang. Tepatnya pada tanggal 19 September 1945, saat sejumlah pemuda Indonesia dengan gagah berani memanjat bangunan hotel yang kala itu bernama Hotel Yamato. Mereka bereaksi setelah pada malam harinya, berkibar bendera Belanda, Merah Putih Biru, di atas hotel tersebut.
Kisah berlanjut, sebagaimana diterangkan di beberapa buku sejarah, setelah berhasil naik ke atas hotel, para pemuda tersebut merobek warna biru, dan bendera Merah Putih pun kembali berkibar.
Satu hal yang masih misteri dari peristiwa penyobekan bendera ini, yakni siapakah sebenarnya sosok perobek bendera Belanda tersebut?
Ada beberapa versi, yang menerangkan hal tersebut. Semisal Khoirul Anam dalam tulisannya berjudul “Berebut Jihad” (2013), menyebut nama Cak Asy’ari, seorang pemuda yang tergabung dalam GP Ansor, sebagai salah satu pelaku perobek bendera.
Lain lagi, dengan penuturan Ahmad Mundzir dan Nurcholis dalam buku “Perjalanan NU Tuban” (2014), juga mencoba untuk mengungkapkan tentang misteri tersebut. Berdasarkan kesaksian dari KH Moertadji (alm.), perobek bendera itu bernama Mbah Mukri, seorang Nahdliyyin dari Makam Agung Tuban. Kiai Moertadji yang di kemudian waktu menjadi Rais Syuriyah PCNU Tuban (1983-1984), mendengarkan keterangan langsung dari Mbah Mukri, bersama dengan para saksi lainnya.
Memang, saat itu suasana sangat kacau. Para pejuang mengambil inisiatif masing-masing, termasuk beberapa pemuda pemberani yang menaiki tiang bendera dan merobek warna biru pada bendera merah-putih-biru Belanda. Termasuk juga, pahlawan yang berhasil membunuh Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Sekutu Inggris Sang Pemenang Perang Dunia Kedua itu. Namun, satu hal yang telah diyakini dan diinsafi kebenarannya, dari berbagai peristiwa seputar Resolusi Jihad dan Perang 10 November, yakni peranan besar dari para santri dan warga Nahdliyin dalam perjuangan kemerdekaan; Sebuah fakta yang justru tidak banyak dibahas dalam sejarah formal-konvensional. (Ajie Najmuddin) Sumber:
Beeldnummer 57084 Collectie NIOD Trefwoorden Onafhankelijkheidsverklaringen, Vlaggen Locatie Naam Surabaya Land Republiek Indonesië Bijschrift Osman Raliby, Documenta historica, p. 112. Sedjalan dengan terdjadinja pelarangan rapat raksasa dilapangan Ikada, Djakarta, pada tanggal 19 September 1945 itu, di Surabaja terdjadi insiden bendera. Diatas gedung hotel Yamato di Tundjungan, Surabaja, Belanda hendak mengibarkan kembali bendera si-tigawarna tetapi oleh rakjat ditentang dengan hebat. Segenap tenaga arek-arek Surobojo bertaruh djiwa menurunkan bendera kolonial itu. (Hijsen van de vlag op het dak van hotel Yamato di Tundjungan.) NI 9057 Type Foto Beeldnummer 57085 Collectie NIOD Trefwoorden Onafhankelijkheidsverklaringen, Vlaggen Locatie Naam Surabaya Land Republiek Indonesië Bijschrift Osman Raliby, Documenta historica, p. 113. Usaha menurunkan bendera si Tiga-Warne (bendera Belanda kolonial) dari atas gedung hotel Yamato di Tundjungan, Surabaja, telah melalui pertempuran sengit, namun achirnja Sang Dwiwarna dapat djuga menggantikannja. (Hijsen van de vlag op het dak van hotel Yamato di Tundjungan.) NI 9056 Type Foto
https://www.nu.or.id/post/read/55648/insiden-perobekan-bendera-di-hotel-yamato